Bolehkah Badan Usaha Swasta Mengelola Air Minum ?

Bolehkah Badan Usaha Swasta Mengelola Air Minum ?

Pendahuluan

Air merupakan salah satu kebutuhan dasar dalam kehidupan manusia yang harus dipenuhi. Dalam konteks Negara Indonesia, pemenuhan atas kebutuhan air menjadi tanggung jawab pemerintah karena secara tegas telah dinyatakan dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 33 ayat (3) bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan  untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Kewenangan penguasaan sumber daya air oleh Negara diwujudkan melalui (1) keterlibatan pemerintah pusat dan daerah dalam pengaturan, perencanaan, pengendalian (melalui perizinan) serta pengawasan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM), dan (2) keterlibatan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dalam penyelenggaraan dan pelayanan air minum.

Pembahasan

Pada periode pemberlakuan Undang-undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air dan peraturan pelaksananya yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 16 tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum, peluang keterlibatan badan usaha swasta dalam pengelolaan SPAM semakin besar. Namun pengaturan tersebut dicabut setelah Mahkamah Konstitusi melalui putusan nomor 85/PUU-XI/2013 tanggal 18 Februari 2015 menyatakan Undang-undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air bertentangan dengan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.  Dalam pertimbangannya Mahkamah Konstitusi menyatakan sumber daya air harus dikelola oleh Negara. Dengan demikian menurut Mahkamah Konstitusi, pengusahaan air harus dibatasi secara sangat ketat melalui lima pembatasan yaitu : (1) pengusahaan atas air tidak boleh mengganggu apalagi meniadakan hak rakyat atas air, (2) Negara harus memenuhi hak rakyat atas air, (3) mengutamakan kelestarian lingkungan hidup sebagai salah satu hak asasi manusia, (4) pengawasan dan pengendalian oleh negara atas air sifatnya mutlak dan (5) sebagai kelanjutan hak menguasai oleh Negara dan karena air merupakan sesuatu yang sangat menguasai hajat hidup orang banyak maka prioritas utama yang diberikan pengusahaan atas air adalah BUMN atau BUMD.

Guna mengisi kekosongan hukum atas pengelolaan air setelah dicabutnya Undang-undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, maka Undang-undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan dinyatakan kembali berlaku. Pemberlakuan tersebut diikuti dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 122 Tahun 2015 tentang Sistem Penyediaan Air Minum yang mengatur mengenai pengembangan dan pengelolaan SPAM. Dalam peraturan tersebut dijelaskan bahwa untuk melaksanakan penyelenggaraan SPAM, pemerintah membentuk BUMN dan/atau BUMD pengelola air minum. Apabila penyelenggaraan SPAM diluar jangkauan pelayanan BUMN dan/atau BUMD maka pemerintah dapat membentuk unit khusus untuk melakukan sebagian kegiatan penyelenggaraan SPAM yang mempunyai wilayah kerja tertentu yang disebut Unit Pelaksana Teknis Penyelenggara SPAM dan Unit Pelaksana Teknis Dinas Penyelenggara SPAM (UPT/UPTD). Pelaksanaan pelayanan air minum diluar jangkauan pelayanan BUMN/BUMD dan UPT/UPTD dapat dilaksanakan oleh kelompok masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pokok air minum sehari-hari bagi masyarakat di kawasannya.

Lantas bagaimana dengan keberadaan Badan Usaha Swasta, apakah Badan Usaha Swasta diperbolehkan mengelola air minum? Peraturan Pemerintah Nomor 122 Tahun 2015 tentang Sistem Penyediaan Air Minum, Pasal 52 ayat (1) memperbolehkan Badan Usaha Swasta mengelola air minum dengan pembatasan yang sangat tegas yaitu hanya untuk memenuhi kebutuhan sendiri pada kawasan yang belum terjangkau pelayanan air minum oleh BUMN, BUMD, UPT dan UPTD. Selain itu ruang lingkup pengelolaan air minum oleh Badan Usaha Swasta juga spesifik yaitu (1) tidak untuk melayani masyarakat umum dan (2) untuk memenuhi kebutuhan pokok air minum sehari-hari meliputi minum, masak, mandi, cuci, peturasan dan ibadah. Meskipun Badan Usaha Swasta diperkenankan untuk mengelola air minum, namun pemerintah yang memegang kendali atas pengendalian dan pengawasannya sebagaimana diatur dalam Pasal 52 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 122 Tahun 2015 tentang Sistem Penyediaan Air Minum. Pengendalian oleh pemerintah dilaksanakan dengan mengharuskan Badan Usaha Swasta mengantongi Izin Penyelenggaraan SPAM dari Menteri, Gubernur atau Bupati/Walikota sesuai kewenangannya masing-masing sebelum memulai operasional pelaksanaan pengelolaan air minum. Selain itu, tarif air minum oleh Badan Usaha Swasta harus berpedoman pada tarif yang ditetapkan oleh pemerintah pusat atau pemerintah daerah dengan memperhatikan kemampuan daya beli masyarakat/pelanggan.

Hal yang menarik mengenai izin penyelenggaraan SPAM oleh Badan Usaha Swasta adalah adanya proses penilaian yang komprehensif oleh Pemerintah dan BUMN/BUMD terkait terhadap perencanaan pengelolaan air minum Badan Usaha Swasta. Penjabaran tersebut dapat dilihat lebih lanjut pada Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 25/PRT/M/2016 tentang Pelaksanaan Penyelenggaraan Sistem Penyediaan Air Minum untuk Memenuhi Kebutuhan Sendiri oleh Badan Usaha. Selain harus memiliki SIPA atau Izin Pengusahaan Sumber Daya Air, Badan Usaha Swasta juga harus menyusun dokumen rencana penyelenggaraan SPAM Jaringan Perpipaan yang terdiri dari : Rencana Teknis Terinci (Detail Engineering Design/DED), Spesifikasi Teknis dan Rencana Pengelolaan.  Evaluasi atas dokumen rencana tersebut dilakukan oleh pemerintah atas rekomendasi teknis BUMN/BUMD sesuai dengan kewenangannya. Setelah proses evaluasi dilalui, maka berdasarkan ketentuan Pasal 9 ayat (3) Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 25/PRT/M/2016 tentang tentang Pelaksanaan Penyelenggaraan Sistem Penyediaan Air Minum untuk memenuhi Kebutuhan Sendiri oleh Badan Usaha, pemerintah pusat/daerah menerbitkan Izin Penyelenggaraan SPAM kepada Badan Usaha Swasta dimaksud yang terdiri dari : (1) surat keterangan izin dari menteri, gubernur, bupati atau walikota sesuai kewenangannya, (2) delineasi wilayah pelayanan sesuai rekomendasi teknis yang diberikan oleh BUMN/BUMD berupa gambar atau keterangan, (3) cakupan pelayanan berupa penjelasan rencana sambungan rumah dan/atau jumlah pelanggan yang disetujui oleh menteri, gubernur, bupati atau walikota sesuai kewenangannya, dan (4) keterangan rekomendasi perbaikan atau persetujuan atas dokumen rencana yang diajukan. Yang perlu diperhatikan dari segi kelembagaan yaitu jenis badan usaha yang diperkenankan menyelenggarakan SPAM adalah (1) Badan Usaha yang pembentukannya dilakukan pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan (Badan Pengelola Kawasan Khusus, Badan Pengelola Kawasan Ekonomi Khusus dan Dan BUM Desa yang bidang usaha intinya bukan air minum) dan (2) Badan usaha yang bergerak di bidang perumahan dan kawasan permukiman (Pasal 6 Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 25/PRT/M/2016 tentang Pelaksanaan Penyelenggaraan Sistem Penyediaan Air Minum untuk memenuhi Kebutuhan Sendiri oleh Badan Usaha).

Bentuk keterlibatan Badan Usaha Swasta lainnya dapat berupa kerjasama antara Badan Usaha Swasta dengan BUMD atau BUMN yang tidak mampu membiayai kebutuhan penyelenggaraan SPAM dengan jaringan perpipaan di dalam maupun di luar pelayanan wilayah BUMN/BUMD. Prinsip yang menjadi landasan dalam kerjasama ini yaitu Surat Izin Pengambilan Air harus menjadi milik BUMN/BUMD dan penyelenggaraan SPAM melalui kerjasama ini harus mengutamakan masyarakat berpenghasilan rendah. Dalam Pasal 56 Peraturan Pemerintah Nomor 122 Tahun 2015 tentang Sistem Penyediaan Air Minum, disebutkan batasan kerjasama antara BUMN/BUMD dengan Badan Usaha Swasta yaitu : (1) investasi pengembangan dan/atau pengelolaan SPAM terhadap unit air baku dan unit produksi, (2) investasi unit distribusi yang selanjutnya dioperasikan dan dikelola oleh BUMN/BUMN dan (3) investasi teknologi pengoperasian dan pemeliharaan dalam rangka mengupayakan penyelenggaraan SPAM yang efektif dan efisien dengan mekanisme kontrak berbasis kinerja. Ketentuan yang ada telah menunjukan keberpihakan pemerintah pada BUMN/BUMD dalam pengelolaan air minum. Demikian halnya dengan pembatasan bentuk kerjasama dengan Badan Usaha Swasta, semata-mata ditujukan untuk mendukung pengembangan BUMN/BUMD dalam pengelolaan air minum.

Penutup

            Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :

  1. Badan Usaha Swasta tidak diperbolehkan melaksanakan pengelolaan air minum bagi masyarakat umum, kecuali hanya untuk memenuhi kebutuhan sendiri pada kawasan yang belum terjangkau pelayanan air minum oleh BUMN, BUMD, UPT dan UPTD.
  2. Selama Pemerintah/Pemerintah daerah telah memiliki BUMN/BUMD penyelenggara SPAM di wilayahnya masing-masing, maka keterlibatan Badan Usaha Swasta hanya diperbolehkan berupa kerjasama investasi dengan BUMN/BUMD tersebut pada sektor unit air baku dan produksi, unit distribusi yang selanjutnya dioperasikan dan dikelola oleh BUMN/BUMN dan investasi teknologi pengoperasian dan pemeliharaan SPAM.
  3. Tarif air minum oleh Badan Usaha Swasta harus berpedoman pada tarif yang ditetapkan pemerintah/pemerintah daerah untuk menjamin keterjangkauannya oleh masyarakat. Apabila tarif air minum yang ditetapkan oleh Badan Usaha Swasta lebih mahal maka selisih tarif tersebut dengan tarif pemerintah berpotensi menjadi kerugian bagi Negara.
  4. Badan usaha swasta yang ingin melakukan pengelolaan air minum harus melalui tahapan evaluasi dan memenuhi perizinan sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 25/PRT/M/2016 tentang tentang Pelaksanaan Penyelenggaraan Sistem Penyediaan Air Minum untuk memenuhi Kebutuhan Sendiri oleh Badan Usaha, yaitu SIPA atau Izin Pengusahaan Sumber Daya Air dan Izin Penyelenggaraan Sistem Penyediaan Air Minum untuk memenuhi Kebutuhan Sendiri oleh Badan Usaha, yaitu SIPA atau Izin Pengusahaan Sumber Daya Air dan Izin Penyelenggaraan SPAM. Izin-izin tersebut harus dimiliki karena kekhususan bidang pengelolaan air minum, sehingga tidak cukup dengan bermodal izin usaha perdagangan dan Tanda Daftar Perusahaan sebagaimana usaha umum lainnya.
  5. Pemerintah pusat dan pemerintah daerah selaku regulator serta badan usaha swasta yang ingin melakukan pengelolaan air minum sepatutnya mencermati, memahami dan menerapkan peraturan yang berlaku di bidang pengelolaan air minum, antara lain Undang-undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan, Peraturan Pemerintah Nomor 122 Tahun 2015 tentang Sistem Penyediaan Air Minum, dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 25/PRT/M/2016 tentang Pelaksanaan Penyelenggaraan Sistem Penyediaan Air Minum untuk memenuhi Kebutuhan Sendiri oleh Badan Usaha.


  6. Oleh

    L. Ahmad Zaini.
    Ketua Departemen Peraturan & Perundangan DPP PERPAMSI